Sunday, November 27, 2011

Muailimin pengusaha resleting yang dulu di cemooh

Muliamin: Dari Tangerang,
ritsleting sampai ke negeri
seberang
Lahir dari keluarga pedagang
tidak membuat Muliamin
puas. Dia berpikir, pengusaha
bukan hanya berdagang tapi
harus menciptakan barang.
Pikiran tersebut membawa dia
menjadi produsen sekaligus
eksportir ritsleting terkemuka
di Indonesia.
>Menggebrak pola pikir dari
bisnis dagang menjadi
produsen ternyata cukup sulit
bagi Muliamin. Maklum, lahir
dari keluarga pedagang yang
mempunyai kios cukup mapan
membuat orang tuanya sangsi
dengan bisnis baru anaknya.
Tapi, kesangsian itu sudah
terjawab. Saat ini, dengan
membawa merek AmcoZip,
ritsleting buatan Muliamin
mampu menapaki pasar luar
negeri. Produk itu sudah
diekspor ke beberapa negara,
seperti Turki, Bangladesh,
Mesir, Argentina, Peru, India,
dan Pakistan. PT Fajarindo
Faliman Zipper yang
membawahi bisnis ini kini
memiliki kapasitas produksi
sampai 70 ton per bulan.
Omzet Fajarindo juga terus
bertumbuh 20%–30% tiap
tahun. Pendapatan dari hasil
ekspor di tahun 2008 sudah
mencapai US$ 2,45 juta.
Padahal, kontribusi ekspor
hanya 40% dari total omzet
Fajarindo. “Paling besar
penjualan memang masih
berasal dari dalam negeri,”
cerita Muliamin. Di dalam
negeri, Fajarindo melabeli
produknya dengan nama
IndoZip.
Saat ini Fajarindo memiliki
sekitar 800 karyawan. Jumlah
tersebut mulai menipis
lantaran semua produksi
sudah banyak menggunakan
mesin. “Sebelumnya,
karyawan bisa mencapai
1.500-an orang,” kenang
Muliamin. Kebutuhan
karyawan yang begitu tinggi
lebih disebabkan Fajarindo
telah menghasilkan ritsleting
mulai dari hulu sampai hilir.
Pria kelahiran tahun 1946 ini
mengaku sebelum memulai
bisnis ini hidupnya tidak
mulus. Orang tua Muliamin
yang berprofesi sebagai
pedagang melarang untuk
merintis bisnis baru. “Orang
tua saya bilang, ngapain kamu
susah-susah harus
memproduksi segala?” ujar
dia.
Tapi, menurut Muliamin,
berdagang adalah bisnis tidak
ada nilai seninya. Bahkan, pria
ini enggan jika harus
membantu orang tuanya
menjaga warung. “Saya justru
bekerja di perusahaan
elektronik yang memproduksi
radio,” ujar dia. Pria asal
Medan ini mengaku memang
menyukai pekerjaan merakit
atau memproduksi barang.
Tapi tidak dipungkiri, inspirasi
memproduksi ritsleting ini
memang dari dagangan orang
tuanya saat di Medan. “Orang
tua saya jualan kebutuhan
jahit menjahit seperti benang,
ritsleting, kancing, dan lain
sebagainya,” tutur Muliamin.
Meski tidak mendapat restu
dari orang tua, Muliamin yang
saat itu sudah menikah, pada
tahun 1979 mulai merantau ke
Jakarta untuk memulai bisnis
merakit ritsleting. Dia lantas
menyewa rumah toko (ruko)
di daerah Pinangsia, Jakarta
Barat. Saat itu, ia memulai
dari merakit ritsleting dari
bahan setengah jadi (long
chain).
Muliamin cukup diuntungkan
dengan kondisi pasar. “Saat
itu, permintaan (demand) jauh
lebih besar dari pasokan,” aku
dia. Tak ayal, produk ritsleting
hasil rakitannya banyak
diminati orang. Padahal,
modal awal untuk membuka
bisnis ini tidak besar, bahkan
bisa dibilang nol. Soalnya, ia
mengambil long chain dari
Taiwan. Ada kawannya
semasa kuliah yang bekerja di
sana dan bersedia memasok
barang untuk kemudian diolah
kembali menjadi ritsleting
jadi.
Muliamin juga diuntungkan
karena biasanya orang yang
pesan membayar di depan
terlebih dahulu sebelum
barang jadi. Karena itu, ia tak
butuh modal cukup besar saat
itu. Apalagi, istrinya sangat
membantu dalam memulai
bisnis ini. “Istri saya bahkan
menjadi pekerja juga saat
awal usaha,” ujar dia.
Meski sudah sukses, Muliamin
tidak mau berhenti menjadi
produsen ritsleting dari bahan
setengah jadi. Ia lantas
mencoba memproduksi dari
awal. Tentunya, memproduksi
ritsleting bukan perkara
mudah. Di awal usahanya,
hasil karyanya banyak
dicemooh orang. Maklum,
sebagai pemula di bisnis ini,
produksinya jauh di bawah
standar ritsleting pada
umumnya. Tapi, dia tidak
putus asa. Muliamin terus
mencoba untuk membuat
ritsleting dengan kualitas
cukup bagus.
Belajar sampai Taiwan
Untuk meningkatkan kualitas
produksi, Muliamin belajar ke
Taiwan soal produksi
ritsleting. Tapi, untuk masuk
ke pabrik pembuatan
ritsleting di sana tidaklah
mudah. “Saya harus menjalin
hubungan baik dengan pemilik
pabrik untuk dapat belajar di
situ,” kata dia. Butuh waktu
lima tahun sampai dia bisa
menemukan teknik membuat
ritsleting dengan kualitas
cukup bagus.
Mulai dari sana, kapasitas
produksi Muliamin mulai
bertambah tiap tahun. Ia
lantas memindahkan tempat
produksinya ke Jalan Faliaman
Raya, Tangerang. Saat ini, di
pabrik seluas 10 hektare
tersebut, bisnisnya
berkembang pesat.
Selain itu, dari semula hanya
merambah pasar di Jakarta,
Bandung, dan Medan,
Muliamin mulai menjual
produknya ke luar negeri. Ia
mampu menembus pasar luar
negeri lantaran punya
jaringan dan kemampuan
berbahasa Inggris.

No comments:

Post a Comment