Monday, December 10, 2012

Hasnul Suhaimi, Bos XL yang Serba Bisa





Hasnul Suhaimi, Bos XL yang Serba Bisa PDF Cetak E-mail
hasnul0312Ia meniti kariernya dari sebuah perusahaan perminyakan dan gas milik asing, Schlumberger sebagai instrument engineer. Selepas itu, jebolan Institute Teknologi Bandung (ITB) Fakultas Teknik Elektro angkatan 1981 ini memutuskan bergabung di Indosat sebagai staff perencanaan. Kerja keras dan ketulusannya dalam bekerja, membuatnya berhasil menjadi Dirut PT Indosat tahun 2005-2006.

Keputusan mengejutkan pun dibuatnya. Ia memutuskan untuk pindah perahu lain dengan bergabung di PT Excelcomindo Pratama Tbk (sekarang PT XL Axiata Tbk) sebagai CEO sejak September 2006 sampai sekarang. Dialah Hasnul Suhaimi. Pria berdarah Minang yang bertubuh mungil ini adalah kunci dari segala inovasi yang berada di XL. Dia pulalah yang menciptakan trademark tarif XL murah sejak perang tarif antarprovider dimulai di era tahun 2000.

Sebagai seorang pemimpin, Hasnul merupakan tipe pemimpin yang sangat menguasai bidangnya dengan baik. Bagaimana tidak! Selain menguasai masalah ketekhnikan, ia juga menguasai marketing. Hal inilah yang lantas menjadikannya sebagai pemimpin yang serba bisa dan tidak mudah dikelabui oleh bawahannya.

“Selepas bekerja di Australia, saya bergabung di Indosat menjadi staff biasa yang mengurusi masalah teknik. Tapi setelah 8 tahun bekerja ternyata kurang berkembang sehingga saya ambil MBA di Universitas Hawaii Manoa Amerika Serikat untuk memperkaya pengetahuan mengenai bisnis dan marketing,” ujarnya. Sejak saat itulah kariernya pun mencapai puncak sebagai Dirut di Indosat.

Lantas apa prinsip seorang pemimpin ala Hasnul? Yang jelas seorang leader itu harus bisa menjadi fasilitator. Ia harus sanggup menjembatani antara keinginan dan ide-ide yang muncul dari bawah terhadap atasan yang lebih tinggi. Leader juga harus bisa menjadi decision maker untuk sebuah keputusan setelah mendengar segala masukan dari segenap jajaran terkait.

“Bila ada masalah harus diputuskan secara bersama-sama. Dengan begitu kecepatan dalam mencapai target tersebut bisa sama. Jadi semua staff  bisa mengerti apa yang mereka kerjakan dan tidak ada satu hambatan dalam bekerja,” ujarnya.

Prinsip berikutnya adalah harus bekerja sama dengan baik. Kerjasama ini haruslah terjadi dari staff di bawah sampai ke atas. Termasuk untuk persoalan pendanaan untuk sebuah proyek yang hendak berjalan. Dengan demikian, semua bisa serentak berjalan. “Saya mengistilahkannya dengan decision making participatif atau keputusan yang dibuat berdasarkan peran serta semua staff,” tandasnya.

Melalui prinsip yang ditularkan itulah membuat XL memiliki budaya perusahaan yang sangat baik. Ia berhasil menggabungkan tiga hal dengan baik yaitu integrity, team work dan service excellence. Dengan begitu setiap tim yang bekerja itu merasa mendapatkan perannya masing-masing.

Tak jarang keberhasilan mendidik stafnya itu membuat banyak korporasi dan BUMN melirik tenaga-tenaga andal dari XL untuk dipekerjakan. BUMN tersebut diantaranya Pertamina, Garuda Indonesia dan beberapa BUMN lain. Mereka menganggap bahwa tenaga-tenaga teknik dan operasional dari XL itu sudah memenuhi standar bekerja secara internasional dan siap pakai.

“Jadi turnover di XL itu sekitar 3 %-4%. Cukup tinggi meskipun kami selalu melakukan rekruitmen baru untuk mengisi kekosongan tersebut,” tandasnya.

Tentunya langkah rekruitmen ini dimaksudkan untuk menciptakan generasi baru yang lebih muda dan terampil. Generasi ini biasanya dari para lulusan baru yang kemudian mendapat kesempatan magang selama 6 bulan.

Selepas magang, staff baru itu kemudian ditempatkan di beberapa divisi. Dalam waktu enam bulan, staff yang sudah senior diberi kesempatan untuk mengikuti fit and proper test untuk mengisi posisi yang lebih tinggi. “Untuk menawarkan posisi tersebut tentunya ada standar yang kami tetapkan,” katanya.

Nah, tentunya dalam bekerja itu, selalu ada target-target pekerjaan yang sudah ditetapkan perusahaan. Mereka harus dipacu untuk bisa mencapai target tersebut. “Kalau saya punya sistem begini. Misalnya target pendapatan 2010 dari pemegang saham adalah Rp 15 triliun maka saya bilang sama staff saya kalau target harus bisa mencapai Rp 17 triliun. Bila tercapai Rp 16 triliun tentu itu sudah pencapaian,” katanya.

“Kami juga memberikan reward kepada mereka yang berhasil mencapai target. Salah satunya adalah jalan-jalan ke Paris dan Australia. Biaya perjalanan dari perusahaan langsung,” katanya.

Sebagai leader Hasnul mengakui bahwa godaan kerap kali muncul. Godaan terbesar itu berasal dari vendor-vendor yang ingin mengikuti tender di XL. Ada beberapa orang yang coba mendekati staff pengadaan tender dengan berbagai cara. “Tapi kami tegas menolak. Bila sampai itu terjadi tentu akan diproses hukum,” katanya.

Lantas apakah Hasnul masih punya mimpi lain setelah berada di posisi puncak? Ia mengaku pada 2012 saat masuki masa pensiun di usia 56 tahun ingin balik ke almamaternya ITB untuk mengajar. Bahkan ia juga sempat berpikir untuk membuat buku kepemimpinan untuk ditularkan kepada generasi muda.

Dengan kesibukan yang dimilikinya itu, Hasnul masih punya waktu buat keluarga. Ia selalu membiasakan diri menghabiskan waktu dengan menonton televisi bersama anak-anak sampai jam 22.00. Terkadang Hasnul juga mengantarkan anak-anak ke sekolah. Bahkan di akhir pekan, ia mengajak keluarga untuk jalan-jalan.

“Bagi saya arti keluarga itu adalah muara dan hulunya kehidupan. Saya punya dua orang anak laki-laki dan perempuan,” tandasnya.

Hasnul dilahirkan sebagai anak kedua dari enam orang bersaudara. Ia memiliki 4 orang adik perempuan dan seorang kakak laki-laki. Kedua orang tuanya adalah guru di Padang, Bukit Tinggi. “Saya dulu pernah merasakan bagaimana kalau makan daging itu harus dibagi delapan dan dipotong kecil-kecil. Bahkan saya di SD juga tidak punya sepatu semuanya serba susah,” tandasnya.

Meski hidup susah, kedua orangtuanya selalu mengajarkan untuk punya mimpi tinggi. Dan untuk meraih mimpi tersebut harus bekerja keras dan berpendidikan tinggi. Maka jangan heran apabila sejak kecil ia sudah dicekoki untuk kuliah di ITB. “Kalau ditanya cita-cita saya waktu kecil ya masuk ITB,” pungkasnya.

No comments:

Post a Comment