|
Ia
meniti kariernya dari sebuah perusahaan perminyakan dan gas milik
asing, Schlumberger sebagai instrument engineer. Selepas itu, jebolan
Institute Teknologi Bandung (ITB) Fakultas Teknik Elektro angkatan 1981
ini memutuskan bergabung di Indosat sebagai staff perencanaan. Kerja
keras dan ketulusannya dalam bekerja, membuatnya berhasil menjadi Dirut
PT Indosat tahun 2005-2006.
Keputusan mengejutkan pun dibuatnya.
Ia memutuskan untuk pindah perahu lain dengan bergabung di PT
Excelcomindo Pratama Tbk (sekarang PT XL Axiata Tbk) sebagai CEO sejak
September 2006 sampai sekarang. Dialah Hasnul Suhaimi. Pria berdarah
Minang yang bertubuh mungil ini adalah kunci dari segala inovasi yang
berada di XL. Dia pulalah yang menciptakan trademark tarif XL murah
sejak perang tarif antarprovider dimulai di era tahun 2000.
Sebagai
seorang pemimpin, Hasnul merupakan tipe pemimpin yang sangat menguasai
bidangnya dengan baik. Bagaimana tidak! Selain menguasai masalah
ketekhnikan, ia juga menguasai marketing. Hal inilah yang lantas
menjadikannya sebagai pemimpin yang serba bisa dan tidak mudah dikelabui
oleh bawahannya.
“Selepas bekerja di Australia, saya bergabung
di Indosat menjadi staff biasa yang mengurusi masalah teknik. Tapi
setelah 8 tahun bekerja ternyata kurang berkembang sehingga saya ambil
MBA di Universitas Hawaii Manoa Amerika Serikat untuk memperkaya
pengetahuan mengenai bisnis dan marketing,” ujarnya. Sejak saat itulah
kariernya pun mencapai puncak sebagai Dirut di Indosat.
Lantas
apa prinsip seorang pemimpin ala Hasnul? Yang jelas seorang leader itu
harus bisa menjadi fasilitator. Ia harus sanggup menjembatani antara
keinginan dan ide-ide yang muncul dari bawah terhadap atasan yang lebih
tinggi. Leader juga harus bisa menjadi decision maker untuk sebuah
keputusan setelah mendengar segala masukan dari segenap jajaran terkait.
“Bila
ada masalah harus diputuskan secara bersama-sama. Dengan begitu
kecepatan dalam mencapai target tersebut bisa sama. Jadi semua staff
bisa mengerti apa yang mereka kerjakan dan tidak ada satu hambatan dalam
bekerja,” ujarnya.
Prinsip berikutnya adalah harus bekerja sama
dengan baik. Kerjasama ini haruslah terjadi dari staff di bawah sampai
ke atas. Termasuk untuk persoalan pendanaan untuk sebuah proyek yang
hendak berjalan. Dengan demikian, semua bisa serentak berjalan. “Saya
mengistilahkannya dengan decision making participatif atau keputusan
yang dibuat berdasarkan peran serta semua staff,” tandasnya.
Melalui
prinsip yang ditularkan itulah membuat XL memiliki budaya perusahaan
yang sangat baik. Ia berhasil menggabungkan tiga hal dengan baik yaitu
integrity, team work dan service excellence. Dengan begitu setiap tim
yang bekerja itu merasa mendapatkan perannya masing-masing.
Tak
jarang keberhasilan mendidik stafnya itu membuat banyak korporasi dan
BUMN melirik tenaga-tenaga andal dari XL untuk dipekerjakan. BUMN
tersebut diantaranya Pertamina, Garuda Indonesia dan beberapa BUMN lain.
Mereka menganggap bahwa tenaga-tenaga teknik dan operasional dari XL
itu sudah memenuhi standar bekerja secara internasional dan siap pakai.
“Jadi
turnover di XL itu sekitar 3 %-4%. Cukup tinggi meskipun kami selalu
melakukan rekruitmen baru untuk mengisi kekosongan tersebut,” tandasnya.
Tentunya
langkah rekruitmen ini dimaksudkan untuk menciptakan generasi baru yang
lebih muda dan terampil. Generasi ini biasanya dari para lulusan baru
yang kemudian mendapat kesempatan magang selama 6 bulan.
Selepas
magang, staff baru itu kemudian ditempatkan di beberapa divisi. Dalam
waktu enam bulan, staff yang sudah senior diberi kesempatan untuk
mengikuti fit and proper test untuk mengisi posisi yang lebih tinggi.
“Untuk menawarkan posisi tersebut tentunya ada standar yang kami
tetapkan,” katanya.
Nah, tentunya dalam bekerja itu, selalu ada
target-target pekerjaan yang sudah ditetapkan perusahaan. Mereka harus
dipacu untuk bisa mencapai target tersebut. “Kalau saya punya sistem
begini. Misalnya target pendapatan 2010 dari pemegang saham adalah Rp 15
triliun maka saya bilang sama staff saya kalau target harus bisa
mencapai Rp 17 triliun. Bila tercapai Rp 16 triliun tentu itu sudah
pencapaian,” katanya.
“Kami juga memberikan reward kepada mereka
yang berhasil mencapai target. Salah satunya adalah jalan-jalan ke
Paris dan Australia. Biaya perjalanan dari perusahaan langsung,”
katanya.
Sebagai leader Hasnul mengakui bahwa godaan kerap kali
muncul. Godaan terbesar itu berasal dari vendor-vendor yang ingin
mengikuti tender di XL. Ada beberapa orang yang coba mendekati staff
pengadaan tender dengan berbagai cara. “Tapi kami tegas menolak. Bila
sampai itu terjadi tentu akan diproses hukum,” katanya.
Lantas
apakah Hasnul masih punya mimpi lain setelah berada di posisi puncak? Ia
mengaku pada 2012 saat masuki masa pensiun di usia 56 tahun ingin balik
ke almamaternya ITB untuk mengajar. Bahkan ia juga sempat berpikir
untuk membuat buku kepemimpinan untuk ditularkan kepada generasi muda.
Dengan
kesibukan yang dimilikinya itu, Hasnul masih punya waktu buat keluarga.
Ia selalu membiasakan diri menghabiskan waktu dengan menonton televisi
bersama anak-anak sampai jam 22.00. Terkadang Hasnul juga mengantarkan
anak-anak ke sekolah. Bahkan di akhir pekan, ia mengajak keluarga untuk
jalan-jalan.
“Bagi saya arti keluarga itu adalah muara dan hulunya kehidupan. Saya punya dua orang anak laki-laki dan perempuan,” tandasnya.
Hasnul
dilahirkan sebagai anak kedua dari enam orang bersaudara. Ia memiliki 4
orang adik perempuan dan seorang kakak laki-laki. Kedua orang tuanya
adalah guru di Padang, Bukit Tinggi. “Saya dulu pernah merasakan
bagaimana kalau makan daging itu harus dibagi delapan dan dipotong
kecil-kecil. Bahkan saya di SD juga tidak punya sepatu semuanya serba
susah,” tandasnya.
Meski hidup susah, kedua orangtuanya selalu
mengajarkan untuk punya mimpi tinggi. Dan untuk meraih mimpi tersebut
harus bekerja keras dan berpendidikan tinggi. Maka jangan heran apabila
sejak kecil ia sudah dicekoki untuk kuliah di ITB. “Kalau ditanya
cita-cita saya waktu kecil ya masuk ITB,” pungkasnya. |
|
No comments:
Post a Comment